Follow Us @soratemplates

Wednesday, November 21, 2018

LPDP - Journey Part I: Seleksi Administrasi

Saya memutuskan untuk menulis sedikit pengalaman saya mengikuti seleksi beasiswa LPDP di tahun 2018 ini begitu selesai mengikuti PK (Persiapan Keberangkatan). Untuk detail tentang PK sendiri akan saya tulis di postingan berbeda. Ini adalah kedua kalinya saya mengikuti seleksi LPDP dan alhamdulillah di kesempatan ini saya berhasil lolos menjadi awardee. Postingan ini sangat subyektif karena betul-betul saya tulis murni berdasarkan pengalaman pribadi. Semoga pengalaman saya bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, terutama sekali bagi teman-teman yang juga berniat untuk mendaftar beasiswa LPDP.

Okay, mari kita mulai!

Pada 2015, saya pernah mengikuti seleksi LPDP dengan pilihan kota seleksi Yogyakarta. Di tahun tersebut, tahapan seleksinya hanya dua: seleksi administrasi dan seleksi wawancara serta LGD. Setelah diumumkan lolos seleksi administrasi, saya pun mengikuti seleksi wawancara dan LGD di GKN Yogyakarta. Sayangnya, saya gagal di tahap kedua itu. Setelah sekian lama skeptis dan sedikit putus asa, tiga tahun kemudian saya memutuskan untuk mendaftar LPDP lagi. Kali ini semua tahapannya berbeda dan rasanya kok jauh lebih berat dari sebelumnya. Tapi, kalau sudah punya tekad, ya jalani saja!


Dulu, saya mendaftar beasiswa saat masih single dan merasa belum punya banyak beban. Sementara sekarang, saya mendaftar beasiswa saat sudah berkeluarga dan punya bayi yang bahkan belum lulus ASI. Begitu banyak pertimbangan, maju-mundur, konflik batin, dan lain sebagainya sampai akhirnya saya memantapkan hati untuk daftar LPDP. Setelah mendiskusikan semuanya dengan suami, saya mulai mempersiapkan semua persyaratan yang dibutuhkan untuk mendaftar LPDP.

Tahun ini, sistem seleksinya sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ada tiga tahapan seleksi: seleksi administrasi, seleksi berbasis komputer dan essay on the spot, serta seleksi substansi berupa LGD dan wawancara. Di seleksi administrasi, seluruh peserta harus memastikan untuk mengunggah semua dokumen yang diperlukan seperti ijazah terakhir, transkrip nilai, KTP, foto, surat rekomendasi, surat keterangan sehat dari dokter, sertifikat TOEFL, surat ijin belajar dari atasan, surat pernyataan bermaterai, rencana studi, statement of purpose dll.

Waktu itu saya hanya punya rentang sebulan untuk mempersiapkan seluruh dokumen sebelum deadline penutupan pendaftaran. Padahal sertifikat TOEFL ITP saya sudah kadaluarsa sehingga saya harus ambil tes lagi segera. Saya tidak punya cukup waktu untuk serius belajar TOEFL karena jadwal tes yang saya ambil sangat mepet. Pertimbangan mengambil jadwal tes yang mepet itu adalah karena masa penerbitan sertifikat TOEFL kurang lebih 14 hari kerja, sehingga saya harus memastikan sertifikat itu sudah di tangan sebelum hari terakhir pendaftaran.

Sedikit tips untuk teman-teman yang ingin daftar beasiswa: kalau bisa upayakan untuk mengambil tes TOEFL atau tes bahasa lain seperti IELTS jauh-jauh hari, sehingga bisa lebih maksimal persiapannya. Tes bahasa seperti itu biayanya tidak sedikit, sehingga sayang kalau kita ikut tes tanpa persiapan kemudian nilainya jauh dari yang diharapkan atau disyaratkan oleh instansi beasiswa. 

Dalam kasus saya, di waktu persiapan tes TOEFL yang relatif singkat itu, saya memfokuskan diri belajar di bagian written and structure serta reading saja. Saya berharap listening saya nggak jelek-jelek amat meskipun tidak sempat belajar banyak. Alhamdulillah, belajar sistem kebut semalam itu menghasilkan nilai yang cukup. Nggak cukup bagus sih. Skor TOEFL ITP saya 583, sedikit kecewa sebenarnya karena saya berharap lebih. Tapi paling tidak skornya masuk ke persyaratan LPDP (saya mengambil jalur LPDP Magister Dalam Negeri reguler dimana batas minimal skor TOEFL ITP adalah 500, untuk afirmasi sendiri batas minimal skornya 450.) Untuk tes TOEFL ITP kurang lebih biayanya sekitar 500ribu rupiah. Beberapa buku TOEFL yang bisa dipelajari untuk persiapan tes antara lain Longman dan Baron. Ada juga sih aplikasi tes TOEFL di smartphone yang lumayan membantu latihan vocab kita. Untuk pembahasan mengenai cara belajar TOEFL mandiri tanpa kursus, nanti akan saya buat postingan tersendiri ya.

Setelah itu, saya juga harus mendapatkan surat rekomendasi sebagai syarat pendaftaran. Ada beberapa kriteria untuk menentukan siapa yang sebaiknya memberikan surat rekomendasi bagi kita, antara lain: orang tersebut harus betul-betul mengenal diri kita sehingga bisa memberikan penilaian seperti apa kita, apa kelebihan dan kekurangannya, apa prestasi dan passion kita dsb. Kita bisa meminta surat rekomendasi dari dosen pembimbing akademik, dosen pembimbing skripsi, atasan kerja, atau tokoh masyarakat. Kemarin saya menyertakan dua surat rekomendasi di aplikasi beasiswa saya, yang pertama dari atasan kerja dan yang kedua dari seorang sastrawan nasional yang cukup senior (kebetulan saya mengambil jurusan Magister Ilmu Susastra untuk pendaftaran beasiswa ini). Menurut saya, yang penting justru bukanlah jabatan si pemberi rekomendasi, atau seberapa terkenalnya beliau, tetapi isinya. Dan orang yang mengenal kita dengan baik, pasti akan memberikan surat rekomendasi yang isinya nggak umum, dalam artian bisa menunjukkan kelebihan kita yang berbeda dari orang lain, yang membuat kita pantas memperoleh beasiswa tersebut.

Untuk pendaftar magister dalam negeri harus juga menyertakan surat keterangan sehat dan bebas narkoba dari dokter. Biaya pembuatan surat ini berbeda di setiap RS. Saya sendiri kemarin menghabiskan kurang lebih total 200ribuan untuk mengurus surat keterangan sehat ini. Kalau di RS Pemerintah, prosedurnya kurang lebih sama sih. Prosesnya juga cepat, karena menunggu hasil lab saja paling cuma 30 menit sampai 1 jam. Yang lama adalah proses pendaftarannya karena biasanya pagi-pagi pun sudah penuh pasien. Saran saya, ya ambil antrian sepagi mungkin, biar bisa cepat selesai.  

Selain itu, kita juga harus membuat dua tulisan: rencana studi dan statement of purpose. Di rencana studi, saya menjabarkan mata kuliah apa saja yang akan saya ambil beserta silabus-nya (bisa diakses di web jurusan yang kita tuju), kemudian rencana penelitian kita untuk tesis seperti apa. Sementara di statement of purpose, saya menjabarkan kontribusi apa yang pernah, sedang, dan akan kita lakukan. Kemudian bagaimana kaitannya antara jurusan yang akan diambil serta topik penelitian dengan kontribus yang sedang dan akan kita lakukan. Nah, di sini kuncinya adalah penekanan kita pada kontribusi sosial kemasyarakatan kita serta rencana masa depan yang jelas. Mau apa setelah lulus dan apa yang akan kita lakukan dengan ilmu dan pengetahuan yang kita dapatkan selama masa studi. Semuanya harus dijabarkan dengan jelas dan spesifik. 

Setelah semua dokumen lengkap, kita perlu scan semua satu-satu (bisa pake aplikasi scanner di smartphone) dan unggah satu per satu. Di hari-hari terakhir pendaftaran, web-nya sering banget eror. Kebetulan saya submit aplikasi itu di H-1 sebelum penutupan pendaftaran, jadi kebayang kan gimana traffic-nya. 

Yang harus diperhatikan banget di seleksi administrasi ini adalah: pastikan semua dokumen yang diminta lengkap, sesuai dengan yang disyaratkan, dan terunggah semua. Setelah itu kita tinggal menunggu pengumuman apakah aplikasi kita lolos seleksi administrasi atau tidak. Kurang lebih begitu sih alur seleksi administrasi LPDP. Kita akan sangat disibukkan dengan dokumen-dokumen, surat-surat pernyataan, dan untuk jalur afirmasi sepertinya dokumen yang disertakan jauh lebih banyak dari yang jalur reguler. 


Sumenep, 22 November 2018

PS.
Teman-teman yang ingin berdiskusi tentang Rencana Studi dan Statement of Purpose  bisa kontak saya ya.

Untuk postingan tentang Seleksi Berbasis Komputer (SBK) silakan klik di sini.
Untuk postingan tentang Wawancara dan LGD silakan klik di sini.


6 comments: