Follow Us @soratemplates

Monday, November 12, 2018

Perempuan Asia: Antara Bekerja dan Menjadi Ibu*


Judul : Working and Mothering in Asia: Images, Ideologies, and Identities

Editor : Theresa Devasahayam & Brenda S.A. Yeoh

Tahun/ Penerbit : 2007/ NUS Press

Tebal : xiv & 256 halaman




Banyak perempuan di Asia bekerja di luar rumah. Beberapa di antaranya semata ingin menopang kebutuhan keluarganya, sebagian yang lain, terutama perempuan yang berpendidikan, memiliki harapan untuk mengembangkan kariernya. Banyak dari perempuan ini dibebani tanggung jawab norma sosial dan kultural, dan dalam upaya untuk menyeimbangkan perannya sebagai perempuan yang bekerja dan sebagai ibu, perempuan dengan berbagai latar belakang di Asia ini menegosiasikan, mempertentangkan, dan membentuk ulang definisi “motherhood” (peran keibuan).

Buku ini ditulis oleh tiga belas kontributor dengan pendekatan akademik meliputi antropologi, sosiologi, kajian gender, demografi, dan hukum tetapi memiliki tema yang hampir sama berkaitan dengan patriarki, buruh pekerja, peran ayah, definisi sosial mengenai “good mothering” dan lain sebagainya. Mereka adalah Daniele Belanger, Chen Xuan, Theresa W. Devasahayam, Arent Greeve, Keiko Hi-rao, Anne-Marie Hilsdon, Santosh Jatrana, Debbie Ong, Janet W. Salaff, Carolyn I. Sobritchea, Maila Stivens, Brenda S.A. Yeoh. Buku ini diedit oleh Theresa Devasahayam dan Brenda S.A. Yeoh.
Theresa Devasahayam dikenal sebagai seorang akademisi yang bekerja sebagai konsultan dengan lembaga-lembaga pemba-ngunan internasional. Riset-riset-nya, termasuk yang dilakukan di Centre for Asia Pacific Social Transfor-mation Studies (CAPSTRANS), Universitas Wollongong Australia dan Asia Research Institute, Universitas Nasional Singapura banyak berkaitan dengan globalisasi dan status perempuan, migrasi buruh perempuan yang tidak terlatih di Asia Tenggara, penuaan dan implikasinya terhadap pekerja perempuan, serta fertilitas perempuan dan kesehatan serta hak reproduksi. Pada 2011, Devasahayam menjadi Kordinator Program Studi Gender di Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), Singapura. Sementara Brenda S.A. Yeoh adalah seorang profesor di Jurusan Geografi, Universitas Nasional Singapura, dan Kepala Riset di Asian Migration Research Cluster and Principal Investigator di Asian MetaCentre di Asia Research Institute. Riset-risetnya berkaitan dengan politik di kota kolonial dan post-kolonial, gender, migrasi dan komunitas transnasional.

Motherhood secara biologis dilekatkan pada perempuan berkaitan dengan fungsi reproduksinya dan secara bersamaan menyangkal identitas diri perempuan itu sendiri di luar pengalaman menjadi ibu. Klaim biologis ini umumnya digunakan dalam relasi gender yang tidak setara sebagai hasil dari konstruksi sosial bahwa perempuan mestinya melahirkan dan mengasuh anak karena dia memiliki alat reproduksi yang memungkinkan dia untuk itu. Namun, bersamaan dengan majunya teknologi, perempuan juga mulai menyadari ada banyak pilihan yang bisa dia ambil, apakah dia akan melahirkan anak, tidak melahirkan anak, atau justru memilih untuk mengadopsi anak.

Buku yang diedit oleh Devasahayam dan Yeoh ini memaparkan mengenai perempuan-perempuan Asia yang juga berperan sebagai ibu, bernegosiasi dalam peran motherhood yang selama ini ada dalam masyarakat untuk membentuk definisi motherhood yang lebih kompleks. Misalnya para ibu yang bekerja untuk mencari nafkah ini berupaya bagaimana caranya agar perannya sebagai ibu tidak hilang di tengah kesibukannya bekerja di tempat yang jauh dari anak-anak dan keluarganya. Hubungan penting partisipasi pasar perempuan pekerja, keluarga, dan kesetaraan gender kemudian menjadi fokus dalam buku ini.

Bagian pertama buku ini membahas mengenai multi-definisi motherhood berdasarkan konteks wilayah di Asia. Maila Stivens (hal. 29-50) membahas mengenai pembentukan kultural terhadap ideologi motherhood di Malaysia dan Singapura dengan pendapat bahwa politik kultural pengasuhan berimbas pada munculnya variasi penggambaran seorang perempuan sebagai ibu atau pekerja perempuan yang kemudian menjadi suatu isu nasional. Misalnya, perpindahan perempuan dari wilayah domestik ke wilayah publik dikhawatirkan akan menurunkan angka kelahiran bayi. Sementara itu, Keiko Hirao (hal. 51-83) berbicara kontradiksi peran keibuan di Jepang. Keiko memaparkan mengenai kondisi status-quo dimana perekonomian di Jepang sangat berorientasi pada jenis kelamin laki-laki sehingga perempuan yang bekerja hanya mendapatkan upah yang sangat minimal dan tanpa mendapatkan asuransi kerja. Pada saat yang sama, pemerintah Jepang menganjurkan para laki-laki dan perempuan di Jepang untuk menikah dan memiliki anak. Kebijakan semacam ini menjadi kontradiktif ketika pemerintah juga berusaha mendorong perempuan untuk meningkatkan kiprahnya dalam bidang perekonomian. Pembahasan mengenai betapa kompleksnya isu motherhood ini juga dipaparkan oleh Debbie Ong dalam konteks Singapura, Daniele Belanger dan Xavier Oudin dalam konteks Vietnam, dan Santosh Jatrana yang membahas motherhood di India Utara.

Bagian terakhir dalam buku ini membahas mengenai fenomena globalisasi yang membentuk motherhood di dalam dan di luar Asia. Misalnya Carolyn I. Sobritchea yang membahas mengenai konstruksi mothering berdasarkan pengalaman perempuan Filipina yang menjadi pekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar Filipina, misalnya di Hongkong, Arab Saudi dan lain-lain. Sobritchea memaparkan bahwa long-distance mothering (yaitu para ibu yang bekerja di tempat yang jauh dari tempat anak dan keluarganya tinggal) semacam ini juga berarti akan semakin banyak hal dikorbankan oleh perempuan, karena dalam waktu bersamaan dia menjadi seorang ibu dan juga pekerja yang jauh dari rumah dan harus bergulat dengan perasaan bersalah, kerinduan akan rumah dan anak-anak, kekhawatiran akan anak-anaknya yang secara fisik berada jauh darinya, dan lain sebagainya.

Pengalaman-pengalaman perempuan Asia yang terangkum dalam buku ini dan dikaji oleh para akademisi yang ahli dalam bidangnya melalui perspektif antropologi, sosiologi, kajian gender, demografi, dan hukum ini menarik karena baik editor maupun kontributor buku ini seperti berbagi kesadaran yang hampir sama, bahwa menjadi perempuan yang bekerja sekaligus menjadi ibu di Asia masih sangat sulit misalnya sebagaimana dipaparkan di atas, para ibu yang bekerja namun dituntut untuk tidak meninggalkan peran mothering untuk anak-anaknya. Kegagalan negara dalam melihat kontribusi perempuan dalam dua hal, yaitu keluarga dan perekonomian, juga opresi yang dialami oleh perempuan, ketidaksetaraan gender yang berdasarkan ras, etnik, dan kelas, semakin mempersulit perempuan yang bekerja, terutama sekali yang dalam waktu bersamaan juga menjadi seorang ibu. 

*Resensi buku ini dimuat di Jurnal Perempuan 76, Vol. 18 No. 1, Maret 2013

No comments:

Post a Comment