Berita
 itu datang serupa rekah tanah yang menelan habis rumah-rumah dalam 
bencana; begitu tak terduga, begitu tak terkira. Saya diam terpana 
menatap deretan kalimat yang dikirimkan oleh Bu Nana melalui whatsapp "Pak
 Tito sudah ditimbali kondur tadi jam 12.30 Nduk" kemarin sore. Tak ada 
perasaan apa-apa, sampai kemudian tangis pecah, dan rasa sedih tiba-tiba
 menyesakkan dada. Saya menangis, keras dan melengking. 
Saya tak bisa menulis apa-apa hari itu. Hanya kesedihan meliputi segala-gala. 
Kalau kau mengira, ada sejarah panjang tentang betapa dekatnya saya dan Pak Tito, dosen di Sastra Inggris Unsoed ini, kau salah besar. Dibandingkan dosen-dosen yang lain, Pak Tito bisa dibilang adalah yang paling tak dekat dengan saya. Rangkuman yang tepat tentang apa yang terjadi antara saya dan Pak Tito adalah I held grudges and even I knew I should let the grudges go, I tended it like a little pet.
Kalau kau mengira, ada sejarah panjang tentang betapa dekatnya saya dan Pak Tito, dosen di Sastra Inggris Unsoed ini, kau salah besar. Dibandingkan dosen-dosen yang lain, Pak Tito bisa dibilang adalah yang paling tak dekat dengan saya. Rangkuman yang tepat tentang apa yang terjadi antara saya dan Pak Tito adalah I held grudges and even I knew I should let the grudges go, I tended it like a little pet.
Beberapa
 bulan yang lalu, saya bertemu beliau di ruang dosen Sastra Inggris 
Unsoed. Meskipun terlihat semakin kurus, beliau tampak lebih segar dari 
sebelum-sebelumnya. Itu adalah pertemuan terakhir kami. Sayangnya, saya 
hanya memandang beliau dari kejauhan, menolak tersenyum atau menyapa. 
Ego saya mengalahkan kemanusiaan saya. Dan itulah yang membuat saya 
menyesal sampai ke ulu hati.
People do deserve forgiveness. Selagi
 kesempatan masih ada, sebaik-baik yang bisa kita lakukan pada orang 
lain adalah maaf dan memaafkan; menjabat erat tangan dan tersenyum, 
menghapus kebencian dan menjalankan hukum kasih. Dan tentang kesempatan,
 kita tidak pernah tahu kapan kesempatan terakhir itu. Anggaplah segala 
kesempatan sebagai kesempatan yang mungkin terakhir kali, sehingga bisa 
dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Saya tak ingin menyimpan kesedihan ini dan berpura-pura lupa bahwa saya menyesali banyak hal tentang perlakuan saya pada beliau. Saya ingin mengungkapkannya dan berdamai dengan diri saya sendiri. Dan saya ingin mengenang yang indah-indah tentang beliau; senyumnya dan kebaikan-kebaikannya.
Saya tak ingin menyimpan kesedihan ini dan berpura-pura lupa bahwa saya menyesali banyak hal tentang perlakuan saya pada beliau. Saya ingin mengungkapkannya dan berdamai dengan diri saya sendiri. Dan saya ingin mengenang yang indah-indah tentang beliau; senyumnya dan kebaikan-kebaikannya.
Pak Tito, maafkan saya. Hanya doa-doa kebaikan yang bisa saya kirimkan untuk Bapak. Sugeng kondur... farewell... 
Yogyakarta, 2 Juli 2015
 
 
 
				 
						 
 
 
 
No comments:
Post a Comment