Follow Us @soratemplates

Monday, November 12, 2018

Shams Tabriz dan Rumi, Dalam The Forty Rules of Love, Elif Shafak

(Picture: courtesy of telegram @booksthief)
Judul Buku: The Forty Rules of Love 

Pengarang: Elif Shafak 

Penerbit dan Tahun Terbit: Viking, Penguin Group, England 2010 
Jumlah Halaman: 392 
Genre: Fiksi 

/Sufi mystics say the secret of the Qur’an lies in the verse Al-Fatiha, 
And the secret of Al-Fatiha lies in Bismillahirrahmanirrahim 
And the quintessence of Bismillah is the letter ba, And there is a dot below that letter.… 
The dot underneath the B embodies the entire universe… 

ب



The Mathnawi starts with B, 
Just like all the chapters in this novel…/ 

Adalah Eka Saputra, sahabat saya, kini tinggal di NTB bersama istri dan putri kesayangannya, yang pertama kali mengenalkan sosok Shams Tabriz kepada saya. Sebagai pengagum sufi dan jalan tasawuf, kekaguman terhadap Mawlana Jalaludin Rumi--filsuf agung, penyair, dan sufi-- juga membuat saya penasaran dengan sosok Shams Tabriz, yang disebut sebagai matahari bagi Rumi. Elif Shafak, novelis dan feminis Turki kelahiran Perancis mengisahkan pertemuan dan perpisahan Rumi-Shams dengan sangat menggetarkan. 




The Forty Rules of Love diawali dengan kisah Ella, perempuan Yahudi empat puluh tahun di Northampton Massachusets, ibu dari tiga anak dan istri dari suami yang diam-diam melakukan affair di luar sana. Bukannya Ella tidak tahu dengan perilaku suaminya, ia sendiri memilih diam. Di tengah kebosanan, ketidakbahagiaan, dan konflik dengan anak pertamanya, pekerjaannya sebagai reviewer sebuah agensi sastra mempertemukannya dengan naskah novel 'Sweet Blasphemy' karya Aziz Zahara yang mengisahkan seorang darwis pengembara bernama Shams Tabriz di abad 13. 

Shams tahu akan seperti apa kelak kematiannya, dan bahwa ia harus mencari seorang teman yang kepadanya Shams meneruskan pengetahuannya. Untuk itulah ia berkelana dari Samarkand ke Baghdad dan bertemu Rumi. Meskipun ia tahu, harga yang harus ia bayar untuk pertemuan itu adalah nyawanya, sebagaimana para wali di Baghdad memperingatinya sesaat sebelum Shams menginjakkan kaki ke sana: kau hanya akan mendapati cinta yang tulus dan kebencian yang paripurna, dan tidak di tengah-tengahnya. 

Perjalanan Shams menuju Konya, tempat Rumi, diceritakan dalam narasi aku dari beragam sudut pandang, termasuk Shams dan orang-orang yang ditemuinya: pengemis, pemabuk, pelacur, anak angkat Rumi, kedua anak lelaki Rumi, istri Rumi, Rumi, mereka yang kelak menjadi pengikut Shams, pembunuh Shams Tabriz, dan beberapa tokoh lainnya. Dan dalam narasi tersebut, ditunjukkan bagaimana orang-orang mengagumi dan membenci Shams dan bagaimana Rumi begitu mencintai Shams. 

Empat puluh poin kaidah cinta pun dijabarkan satu persatu bersama beragam kisah-kisah yang dituturkan oleh Shams dengan berbagai setting. 

Pembacaan Ella terhadap naskah Sweet Blasphemy ini membawa perubahan besar pada dirinya dalam memandang hidup dan cinta. Bagaimana ia akhirnya memilih meninggalkan hidupnya yang membosankan dan tidak bahagia untuk melihat dunia yang lebih luas bersama Aziz Zahara, sampai detik kematian Aziz dan pemakamannya di Konya. 

Meskipun penceritaan dalam narasi Sweet Blasphemy sangat apik karena tokoh Shams diceritakan dengan perspektif banyak tokoh: baik yang mengaguminya maupun yang membencinya, narasi Ella menurut saya memiliki kelemahan karena hanya dikisahkan dari sudut pandang Ella, tidak juga dari anak, suaminya atau bahkan Aziz. Namun, secara keseluruhan, novel ini sangat enak dinikmati, ia memberikan pemahaman dan pandangan yang lebih universal tentang cinta. Cinta yang juga universal. 


(Tulisan ini pertama dimuat di perempuanmembaca.com )

No comments:

Post a Comment