Saya bertemu dengan mas Jati "Blendong" pertama kali pada Agustus 2011. Ia berperawakan gemuk, berkulit gelap, dan berambut gimbal khas anak reggae. Pembawaannya ceria dan juga aduhai ramahnya. Saat itu, Ia menabuh jimbe, mengiringi kak Andy Sri Wahyudi membaca
puisi, dan berkolaborasi musik dengan kak Danto Sisir Tanah menyanyikan
lagu yang dipersembahkan untuk korban Lapindo. Selepas acara, kami
berkenalan, dan berfoto bersama. Ia bilang baca puisiku bagus dan saya
tertawa, malu.
Lama kami tidak bertemu. Beberapa waktu lalu, ia membuka stand lukis di dekat toko buku Gramedia, Tamara Plaza Purwokerto dan di
sanalah saya bertemu lagi dengan mas Jati. Setiap ke toko buku, saya
selalu menyempatkan diri untuk mampir, sekadar bertanya kabar dan
ngobrol singkat. Suatu kali, saya bersama ibu ke toko buku dan pulangnya
mampir ke stand lukis mas Jati. Di perjalanan ke rumah, ibu bilang,
"Mas Jati orangnya baik dan sopan sekali ya, padahal penampilannya
seram." Saya tertawa. Lain waktu, ketika saya dan adik ke toko buku,
saya pun mampir dan mengenalkan mas Jati pada Afi Saja,
adik saya yang juga gemar menggambar. Terakhir kudengar, setiap ia ke
toko buku, ia mampir ke stand lukis mas Jati untuk ngobrol-ngobrol dan
"berkonsultasi" soal lukisan-lukisan yang dibuatnya.
Pagi ini, kudengar kabar dari halaman facebook mbak Idha Saras,
kalau mas Jati berpulang. Selalu ada yang meremas jantung setiap
mendengar kabar duka tentang orang-orang baik. Tapi kita tahu, jika
berhubungan dengan kematian, kita musti berdamai dengan rasa kehilangan,
betapapun sedihnya, betapapun tak percayanya. Dan pada akhirnya, kita
musti belajar untuk merelakan. Sugeng kondur mas Jati yang baik... pada
keabadian.
Yogyakarta, 10 November 2015
No comments:
Post a Comment