Penulis : Steve Berry
Tahun/ Penerbit : 2010/ Ballantine Books New York
Genre/ Tebal : Fiksi, Thriller Sejarah/ 483 Hal.
"...but economics can be a powerful weapon. It could be argued that it is the ultimate weapon of mass destruction." (The Paris Vendetta, p. 78)
Terorisme
baru muncul dengan wajah yang sama sekali baru dan dengan senjata yang
tidak terbayangkan sebelumnya: manipulasi ekonomi global. Dalam The Paris Vendetta ini, dikisahkan sekelompok orang yang dikenal dengan nama The Paris Club, yang
ingin 'memporak-porandakan' dunia dan menciptakan perang dengan
menggunakan ekonomi sebagai senjatanya. Ketika negara-negara telah
saling berperang, merekalah yang menikmati keuntungan-keuntungan ekonomi
yang dihasilkan dari perang tersebut. Mereka mengatur perang tersebut,
menyuplai kebutuhan-kebutuhannya, dan sendirian, mereka mengambil banyak
keuntungan dari kekacauan yang mereka ciptakan.
Cotton
Malone, tokoh fiksi ciptaan Steve Berry yang selalu menjadi protagonis
dalam novel-novelnya dikisahkan sebagai mantan agen lapangan elit
Departemen Luar Negeri Amerika yang kemudian memilih membuka toko
buku-buku langka di Kopenhagen. Persahabatannya dengan Henrik
Thorvaldsen, seorang pengusaha yang sangat kaya, kemudian menyeretnya
dalam rencana balas dendam dan pencarian harta karun milik Napoleon yang
meninggal di pengasingan pada 1821.
Dendam
pribadi, keserakahan, kekuasaan, dan sejarah-sejarah yang berkaitan
dengan Napoleon mewarnai novel Steve Berry ini. Berbeda dengan
novel-novel Steve Berry yang lain, seperti The Templar Legacy, yang lebih menonjolkan sejarah dengan porsi yang lebih besar, novel The Paris Vendetta ini
nampaknya lebih fokus pada tokoh antagonis dan dendam pribadi Henrik
Thorvaldsen serta tidak begitu banyak membahas sejarah-sejarah di masa
lalu (jika dibandingkan dengan novel-novelnya yang lain). Namun, seperti
biasanya, Steve Berry memukau pembaca dengan isu-isu yang sangat
menarik; dalam novel ini, Berry mengkaitkan sejarah Napoleon --
pencarian harta karunnya -- pembalasan dendam dengan 'perang-perang'
yang sengaja di-install untuk penghancuran ekonomi global.
"How much harm could they do? Most nations have more than adequate protections on their financial systems."
"Not
really, Cotton. That's a boast most governments cannot support.
Especially if those attacking the system know what they're doing. And
notice the countries they picked. Places with oppressive regimes,
limited or no democracy, nations that flourish with centralized rule and
few civil rights." (The Paris Vendetta, p. 91)
Pada
akhirnya, semua perang ini adalah sebuah hitung-hitungan ekonomi.
Seberapa besar keuntungan yang akan mereka dapat sebanding dengan
seberapa massive perang yang mereka ciptakan. Every war profits someone, mass death of people would never be promoted if there was no financially gain. Demikian Steve Berry mengisahkannya dengan apik dalam The Paris Vendetta.
*Review ini sudah pernah tayang di www.perempuanmembaca,com
No comments:
Post a Comment